Bacaan Sayyidul Istighfar Beserta Penjelasannya
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Bacaan Sayyidul Istighfar Beserta Penjelasannya merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Nasihat-Nasihat Para Sahabat yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 21 Rabbi’ul Tsani 1441 H / 18 Desember 2019 M.
Kajian Tentang Bacaan Sayyidul Istighfar Beserta Penjelasannya
Dari Syaddad bin Aus -semoga Allah meridhainya- dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Sayyidul Istighfar adalah kamu mengucapkan:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوْقِنًا بِهَا ، فَمَـاتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ يُمْسِيَ ، فَهُو مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hambaMu. Dan aku diatas perjanjian Engkau dan diatas janji Engkau apa yang aku mampu. Aku berlindung kepada Engkau dari keburukan apa yang aku perbuat. Aku kembali kepada Engkau dengan membawa nikmatMu kepadaku. Dan aku mengakui kepada Engkau akan dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni kecuali Engkau.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Siapa yang mengucapkan sayyidul istighfar ini diwaktu siang dengan keadaan ia yakin dengannya lalu ia meninggal di hari tersebut sebelum diwaktu sore, maka ia termasuk penduduk surga. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam dalam keadaan dia benar-benar yakin dengannya lalu ia meninggal sebelum masuk pagi, maka ia termasuk penduduk surga. (HR. Bukhari no. 6.306)
Keutamaan sayyidul istighfar
Ini adalah merupakan doa yang agung. Dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita sayyidul istighfar, memohon ampunan kepada Allah. Karena ampunan Allah adalah merupakan segala-galanya dalam hidup kita. Dan untuk meraih surga pun harus dengan ampunan Allah. Karena hamba yang tidak diampuni Allah tidak akan pernah bisa masuk surga.
Maka saudaraku, kewajiban hamba Allah minta ampun kepada Allah, meminta maaf kepada Allah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
أَيُّها النَّاس تُوبُوا إِلى اللَّهِ واسْتغْفرُوهُ فإِني أَتوبُ في اليَوْمِ مائة مَرَّة
“Wahai manusia, taubatlah kalian kepada Allah dan istighfarlah kepada Allah. Karena aku setiap harinya bertaubat dan beristighfar seratus kali.” (HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan dan memerintahkan kita untuk banyak taubat dan beristighfar. Allah berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾
“Dan hendaklah kalian istigfar kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.” (QS. Nuh[71]: 10)
Allah juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّـهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
“Wahai orang-orang yang beriman, taubatlah kalian dengan taubat yang nasuha” (QS. At-Tahrim[66]: 8)
Dan Allah melarang kita untuk berputus asa dari RahmatNya. Allah berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّـهِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
“Katakan kepada hamba-hambaKu yang melampaui batas itu, jangan kalian merasa putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar[39]: 53)
Maka saudaraku sekalian, sungguh bahagia seorang hamba yang memperbanyak istighfar dan taubat. Karena sesungguhnya dia adalah kekuatan untuk hidaup kita, untuk badan kita dan untuk hati kita. Karena Allah berjanji bahwa orang yang banyak istighfar memohon ampun kepada Allah, Allah akan tambahkan tambahkan kekuatan. Allah berfirman:
وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ
“Allah akan tambahkan kepada kalian kekuatan di atas kekuatan kalian.”
Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan sebuah doa istighfar yang luar biasa. Bahkan ini sayyidnya istighfar. Yaitu:
Penjelasan Makna Sayyidul Istighfar
1. Pengakuan
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ
“Ya Allah, Engkaulah Rabbku.”
Pengakuan bahwasannya Allah adalah Rabb kita yang berkonsekuensi tentu sebagai seorang hamba untuk senantiasa siap diatur oleh Allah, siap untuk menjalankan perinta-perintahNya. Karena Dia adalah Allah Rabb kita. Maka ketika kita katakan “Ya Allah, Engkau adalah Rabbku.” lalu kita katakan:
2. Peniadaan
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau.”
Sebab pengakuan bahwa “Engkau adalah Rabbku” tanpa meniadakan yang lainnya, tidak cukup. Kalau misalnya ada orang berkata, “Ya Allah Engkau adalah Rabbku” tapi dia masih mengakui adanya Rabb selain Allah, maka ini jelas tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka beliau mengatakan, “Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau.” Artinya Engkau satu-satunya Dzat yang berhak disembah, artinya engkau satu-satunya Dzat yang berhak kami ibadahi sedangkan selain Engkau Ya Allah tidah berhak untuk diibadahi.
Maka ini kalimat yang luar biasa. Yang merupakan dakwah para Nabi dan Rasul, bahkan yang merupakan tujuan diciptakannya manusia dan jin. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepadaKu saja.” (QS. Adz-Dzariyat[51]:: 56)
Maka saudaraku sekalian, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
3. Kita yakin bahwa yang menciptakan kita adalah Allah
خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ
“Engkau telah menciptakan Aku Ya Allah, dan aku adalah hambaMu”
Maka kita yakin bahwa yang menciptakan kita adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini berkonsekuensi agar kita hanya beribadah kepada Allah saja. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿٢١﴾
“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb yang telah menciptakan kamu dan menciptakan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 21)
Allah Subhanahu wa Ta’ala di sini mengingatkan bahwa yang kita ibadahi siapa? Yaitu Rabb kita yang menciptakan kita. Maka kalau kita yakin bahwa Allah yang menciptakan kita, yang menciptakan langit dan bumi dan alam semesta ini, berarti Dia lah Allah yang harus kita ibadahi. Karena selain Allah tidak mampu menciptakan bahkan mereka diciptakan. Yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala entah itu para Nabi ataupun para malaikat ataupun bebatuan ataupun yang lainnya, itu makhluk yang diciptakan. Yang menciptakan hanyalah Allah. Berarti konsekuensi kita adalah beribadah hanya kepada Allah.
“Dan aku adalah hambaMu Ya Allah” Artinya aku menghambakan diriku kepadaMu. Dan inilah predikat yang tertinggi dimata Allah. Sebagai seorang hamba yang menghambakan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak menghambakan kepada yang lain. Tidak menjadi hamba uang, tidak menjadi hamba dinar, dirham, tidak menjadi hamba dunia. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨَﺎﺭِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﺭْﻫَﻢِ، ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺼَﺔِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﻠَﺔِ
“Celakalah hambanya dinar, celakalah hambanya dirham, celakalah hambanya khamisah dan khamilah (sejenis baju yang terbuat dari wool/sutera)” (HR. Bukhari)
Saudaraku, kita hanya menghambakan diri kepada Allah yang berkonsekuensi berarti kita mengakui adalah hamba yang butuh kepada Allah, yang senantiasa fakir kepada Allah, sehingga konsekuensinya kita hanya minta kepada Allah.
4. Perjanjian kita kepada Allah
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ
“Dan aku diatas kepada Engkau Ya Allah”
Apa perjanjian kita kepada Allah? Yaitu kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا
“Ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari anak-anak Adam dari punggung mereka, kemudian Allah mempersaksikan kepada mereka, ‘Bukankah Aku Rabb kalian?’ Mereka berkata benar, ‘Benar Ya Allah.’” (QS. Al-A’raf[7]: 172)
Itulah perjanjian kita kepada Allah yang Allah ambil dari punggung Nabi Adam. Itulah perjanjian yang Allah ambil dari setiap hamba-hamba dan makhlukNya. Yaitu agar beribadah kepada Allah. Namun tentunya untuk merealisasikan ibadah sesuai apa yang Allah inginkan, tak mudah. Maka beliau mengatakan, “Ya Allah, aku di atas perjanjianmu sesuai kemampuanku Ya Allah” Karena kemampuan kita terbatas, kemampuan kita sebagai seorang manusia ada batasannya. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ا يُكَلِّفُ اللَّـهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 286)
Maka semua syariat Allah, semua yang Allah perintahkan, pada dasarnya mampu kita lakukan. Namun Subhanallah, saat ada kesulitan yang datang menghampiri kita, ternyata syariat kita memberikan kemudahan.
Baca: Kaidah Kesusahan Menimbulkan Kemudahan
Maka kita katakan, “Ya Allah, aku di atas perjanjian dan janjiMu sesuai dengan kemampuanku Ya Allah.” Artinya kita berusaha semampu kita untuk melaksanakan janji tersebut. Dimana kita tidak menganggapnya remeh. Kita berusaha untuk sekuat tenaga memegang janji kita kepada Allah dan apa yang Allah ambil dari kita berupa merealisasikan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Kita berusaha sekuat tenaga.
5. Berlindung kepada Allah dari pengaruh buruk dosa
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ
“Aku berlindung kepada Engkau Ya Allah dari keburukan apa yang aku lakukan, aku berlindung kepada Engkau dari keburukan dosa-dosa yang aku lakukan.”
Saudaraku, dosa itu seringkali menimbulkan dosa yang lain. Dosa itu menyebabkan kita terkadang terhina disaat kita sangat butuh. Ketika sakaratul maut kita butuh rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika kita meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ternyata dosa-dosa itu -diantara akibat buruknya- menghalangi seseorang daripada meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Allah tidak lagi mendengar doa-doa kita. Akibat buruk dari dosa, ternyata hati kita berpaling daripada ketaatan kepada Allah. Atau setidaknya kita berat untuk mentaati Allah.
Akibat buruk dari dosa, berapa banyak kesialan-kesialan yang akan kita rasakan di dunia dan akhirat. Berapa banyak hatinya yang terasa berat akibat buruk dari dosa. Berapa banyak orang-orang yang Allah jadikan hatinya berubah, yang tadinya istiqamah kemudian ia malah condong kepada maksiat akibat daripada dosa.
Maka di sini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung, “Aku berlindung kepada Engkau Ya Allah dari keburukan yang aku lakukan.”
6. Mengakui nikmat-nikmat Allah yang sangat banyak
أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ
“Aku mengakui kepada Engkau akan nikmat-nikmatMu kepadaku.”
Subhanallah, pengakuan nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah merupakan sumber syukur kepadaNya. Makanya Ibnul Qayyim mengatakan bahwa seorang hamba itu hendaknya berada diantara dua keadaan; (1) mengakuti nikmat-nikmat Allah dan senantiasa mengingat nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena mengingat nikmat Allah itu menyebabkan kita bersyukur kepada Allah. Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh kita untuk banyak mengingat Allah. Allah berfirman kepada Bani Israil:
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ
“Wahai Bani Israil, ingatlah nikat-nikmatKu atas kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 40)
Mengapa Bani Israil disuruh mengingat nikmat-nikmat Allah? Agar mereka bersyukur kepada Allah, agar mereka tidak lupa. Demikian pula kita kaum muslimin, selalulah ingat nikmat-nikmat Allah yang banyak kepada kita. Jangan sampai kita menjadi kanud yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ ﴿٦﴾
“Sesungguhnya manusia kepada Rabbnya kanud.” (QS. Al-Adiyat[100]: 6)
Kata Al-Hasan Al-Bashri kanud yaitu yang menghitung-hitung musibah dan meupakan nikmat. Nikmat Allah kepada kita banyak sekali tak terhingga. Ternyata nikmat yang sangat banyak itu kita lupakan hanya karena ada beberapa musibah, lantas kemudian kita tidak mau bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena yang kita ingat selalu musibah yang menimpa kita. Lalu kemudian gara-gara itu kita tidak lagi percaya kepada Allah, lalu kemudian kita menganggap Allah tidak lagi sayang kepada kita. Padahal kaau kita perhatikan dan kita pikirkan dengan akal pikiran kita, berapa banyak nikmat yang sangat banyak yang Allah berikan kepada kita? Tapi itulah manusia, kanud. Hanya karena satu atau dua musibah yang Allah berikan kepadanya, padahal Allah memberikan musibah pun juga dalam rangka untuk menggugurkan dosa-dosa dia, mengangkat derajat dia, untuk melihat keimanan kita.
Betapa banyak nikmat-nikmatku kalau kita selalu ingat nikmat Allah. Maka disaat itulah akan menimbulkan rasa syukur kepada Allah. Lisan pun akan mengucapkan pujian kepada Allah, badan pun akan tunduk dan patuh kepada Allah.
7. Mengakui dosa-dosa
وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ
“Dan aku mengakui dosa-dosaku Ya Allah kepadaMu, maka ampunilah dosaku.”
Subhanallah, kita diajarkan oleh Rasulullah untuk mengakui dosa kita kepada Allah. Betapa tercelanya seorang hamba yang tidak mau mengakui dosanya kepada penciptanya. Hamba ini hakekatnya adalah hamba yang sombong, hamba yang seakan-akan tidak butuh kepada ampunan Allah, hamba yang seakan-akan dia menganggap remeh ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saudaraku, mengakui dosa itu sesuatu yang luar biasa. Disebutkan dalam hadits bahwasanya nanti kelak pada hari kiamat, Allah akan meletakkan penutup bagi seorang mukmin ketika Allah hendak menghisabnya. Lalu kemudian Allah berfirman kepada si mukmin itu:
أتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟
“Ingatkah kamu dosamu yang ini? Ingatkah kamu dosamu yang itu? Ingatkah kamu dosa yang itu?”
Sementara si mukmin terus mengatakan, “Iya Ya Allah, Iya Ya Allah.” Ia mengakui dosanya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Allah berfirman:
سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ في الدُّنْيَا، وأَنَا أغْفِرُهَا لكَ اليَومَ،
“Di dunia Aku telah tutupi untukmu. Dan Aku akan tutupi untukmu dihari ini”
Berbeda dengan hamba yang tidak mengakui dosanya. Dihari kiamat ketika Allah mengingatkan, dia tidak mau mengakui dosa dia tersebut. Lalu kemudian Allah mengunci mulutnya dan menyuruh tangannya, kakinya berbicara. Lalu Allah menghadirkan saksi-saksi sehingga si hamba ini tidak bisa mengelak lagi. Ini akibat dia tidak mau mengakui dosanya di dunia. Sehingga di akhirat pun ia tidak akan pernah mau mengakui dosanya kepada Allah. Maka saudaraku sekalian, akuilah dosa-dosa kita di dunia ini agar kelak nanti di akhirat ketika Allah menghisab kita, mengingatkan akan dosa-dosa kita, kita pun mengakuinya yang kemudian Allah pun memaafkan kita, menutupi dosa-dosa kita.
وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ
“Ya Allah aku mengakui akan dosa-dosaku kepadaMu, maka ampunilah aku Ya Allah.”
Mari simak kisah yang penuh manfaat ini pada menit ke-21:24
Download mp3 Kajian Tentang Bacaan Sayyidul Istighfar Beserta Penjelasannya
Podcast: Play in new window | Download
Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Pencarian: do’a sayyidul istighfar, keajaiban sayyidul istighfar, manfaat doa sayyidul istighfar, amalan sayyidul istighfar, dahsyatnya sayyidul istighfar, teks sayyidul istighfar dan artinya, cara mengamalkan sayyidul istighfar, cara mengamalkan sayyidul istighfar, cara wirid sayyidul istighfar, berapa kali sayyidul istighfar dibaca, manfaat doa sayyidul istighfar, download sayyidul istighfar, ritual membaca sayyidul istighfar
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48274-bacaan-sayyidul-istighfar-beserta-penjelasannya/